Penulis : Ambo Azis (عبد العزيز)
Entah
harus dimulai dari mana, semua terjadi secara tak terduga. Kehidupan memang
susah untuk ditebak, apalagi untuk mengatur nasib hidup ini. Motivasi hidup
ditengah kota dalam lingkungan Pendidikan tertinggi sebagai mahasiswa memang
tidaklah muda, terlebih dengan apa alasan atau motivasi kita berada di
lingkungan ini.
Motivasi Menjadi Mahasiswa
Mahasiswa,
salah satu gelar yang ingin kucapai pada saat ini. Entahlah apa motivasi
tertinggi untuk mencapai gelar ini, tapi keinginanku untuk menjadi mahasiswa sangatlah
besar, sama dengan yang lain. Umumnya gelar mahasiswa ingin saya capai untuk
menambah titel dalam nama, meningkatkan derajat nama keluarga menjadi se-Juta
persen, mempermudah mencari pekerjaan, serta menjadi kunci utama untuk mengejar
cita-citaku menjadi “Menteri Pertanian” dan hal positif lainnya..... kan keren
tuh....
Menjadi
mahasiswa adalah keinginan pertamaku dan menjadi permintaan paling utama kepada
kedua orang tuaku pada saat ini setelah saya Lulus dari Sekolah menengah
(itupun kalau Lulus), ada tawaran untuk menjadi Polisi, ikut Akademi Pelayaran,
Tentara, dll. Tapi semua ku tolak dengan alasan saya tidak suka terikat....
heheheheh.
Pikir panjang
dan berbagai alasan positif menjadi kunci utama permintaanku kepada orang tua
diserta pula berbagai rayuan anak seperti rengekan bayi agar saya dapat menjadi
mahasiswa. Butuh waktu yang lama untuk menerima jawaban “YA” dari orang tua,
bukan soal biaya yang menjadi alasan utama kedua orang tuaku sehingga lampu
hijau sangat sulit untuk dinyalakan, akan tetapi apakah saya sanggup melawan
hidup diluar gedung keluarga, karena saya tercatat sebagai “anak rumah” yang
pendiam dalam catatan besar keluarga yang hanya berfokus pada sebuah pelajaran
saja, kalaupun keluar rumah, itu hanya untuk mengisi waktu luang sebagai
pecinta Sepak Bola, selebihnya saya pergi ke kebun untuk membantu orang tua dan
selalu bersama keluarga dirumah ditemani berbagai tumpukan buku dengan seribu
kata.
Ya, permintaan
ini kabulkan dengan dengan satu alasan “Belajar
yang baik, jangan dan jangan mudah terpancing dengan kegiatan yang tidak baik”.
Syarat yang mudah dalam pikiranku, dan saya langsung menyanggupinya untuk
memenuhi syarat tersebut. Ternyata tidak mudah meminta permintaan untuk menjadi
Mahasiswa...hehehehehe
Pikiran pertama dalam benakku untuk menjadi
Mahasiswa, jurusan dan target menjadi Sarjana adalah prioritas utama. Dampak
titel yang akan melekat pada bagian belakang namaku juga menjadi salah satu motivasiku,
asalkan saya mampu menunjukkan pada mereka semua bahwa saya siap dalam kondisi
apapun dan saya siap bersama mereka, saya rasa itu sudah cukup untuk melawan
yang namanya menjadi Mahasiswa.
Saya Sudah Menjadi Mahasiswa
Belajar dalam
lingkungan Ilmu Pertanian (Jurusan yang menjadi patokan pertama dari salah satu
keluarga dengan alasan yang sederhana), sedangkan permintaan dari orang tua
untuk memilih Jurusan tidak terlalu membebani bagi diriku sendiri, mereka
sepenuhnya menyerahkannya kepadaku dengan satu pesan “Pilihanmu adalah hidupmu”, jadi saya harus jeli dalam memilih masa
depan untuk hidupku dan keluargaku.
Hari pertama ke kota untuk mengikuti berbagai
bimbingan dalam pemantapan tes untuk menjadi Mahasiswa. Berjalan 1 bulan, saya
merasa sudah cukup mantap dengan persiapan yang saya lakukan dengan jurusan
Geologi menjadi prioritas pertama dan Ilmu Pertanian (pertimbangan secara
paksa) yang menjadi prioritas kedua. Alhasil usaha yang saya lakukan berbuah
manis laksana keruntuhan buah durian.....Sumpah..bahagia sekali rasanya menjadi
Mahasiswa, sedikit sombong karena mampu menunjukkan kepada mereka semua bahwa saya
bisa bersaing dengan ribuan calon Mahasiswa. Bahagiaaa.....
Senyuman Terakhir dari IBU
Setahun
sudah berjalan, karena saya ditakutkan untuk tinggal sendiri dari orang tua sehingga
saya harus bersama dengan keluarga di Kota. Ya bukan keluarga dekat sih, sepupu
dari Ipar pertama, akan tetapi bisa juga dibilang keluarga karena kalau
ditelusur dia masuk juga dalam keluarga besarku. Berbagai pengalamn hidup saya
dapat disini, mulai dari bagaimana cara menafkahi istri dan anak dari Usaha
yang dirilis sejak muda....woww kerenn, masih muda sudah menjadi
pengusaha....Mantappppp
Kini
waktunya untuk mengurus KRS Semester 2 untuk melanjutkan status sebagai
Mahasiswa. Setelah semua selesai, kusempatkan untuk kembali kekampung halam
sebagai pengobat Rindu untuk Malaikat di rumah...
Saya
tak punya cukup waktu banyak untuk mereka berdua, tapi mau atau tidak, saya
harus kembali ke kota dengan alasan perpanjangan status sebagai mahasiswa
(pengurusan rencana kuliah semester selanjutnya). Izinpun diberikan dengan
sedikit bekal ikan kering, kue kering, beras dan buah-buahan (agar tidak
terlalu boros dikota) hehehehehe
Tiket
sudah ditangan, kedatangan Bus antar provinsi sudah tak lama lagi. Senyuman
yang Ibu berikan kepadaku sebagai tanda perpisahan merupakan senyuman terbaik
dan tak akan pernah terganti, tak kalah pula dengan senyuman dari Ayah ku.
Senyuman mereka berdua memberikan harapan besar kepadaku untuk menjadi orang
terbaik dan dapat mengejar cita-citaku.
Kami
berpisah.........
Kini
saya sudah berada di Kota, beristirahat bersaama keluarga. Belajar cara
berwirausaha sambil kuliah, dan belajar menata hidup juga tak lupa diajarkan. Proses
pembelajaran ini hanya mampu bertahan selama 3 hari dan tak terulang hingga
sekarang.
Tepat
pada pukul 22.00 WITA, Senin 10 April 2011. Canda dan tawa terdengar dikeluarga
sederhana ini (tempat tumpangan saya selama setahun) menjadi Mahasiswa.
Handphone Nokia yang aku miliki menyanyikan salah satu Lagu Nidji yang menjadi
Ringtone panggilan, kuangkat dan ...........................
Ya, tepat sekali....ini adalah
Tangisan Pertamaku yang paling menyakitkan dalam hidupku. Kini Ibuku telah
bertemu dengan Allah di Surga Firdaus,
tangisanku tak dapat berhenti walau berbagai jawaban dan motivasi dari keluarga
sederhana ini. Tanpa berfikir panjang, ku langsung keluar rumah untuk menuju
kekampung halaman yang harus saya lakukan malam ini juga. Sangat sulit mencari
kendaraan roda empat di tengah malam seperti ini, tapi Alhamdulillah, malam ini
saya berangkat.
Catatan Besar
Sinar
terik pagi menyambutku dibalik jendela roda empat ini, mataku terbuka dengan
sedikit pembengkakan. Kuusap dan kubuka mataku untuk memperjelas lokasi saat
ini. Kini saya sudah berada di Kampung Halaman, butuh 30 menit lagi untuk
sampai dirumah. Sedikit bersabar dengan ingatan-ingatan ketika bersama Ibu.
Bendera
Putih itu telah terlihat, berkibar dipinggir jalan sebagai tanda Berduka Cita.
Ketika turun dari mobil, tak banyak yang mampu saya ucapkan, tapi ada satu hal
yang membuat saya terkejut, semua keluarga besar (kalau dihitung aliran
keluarga dari sesepuh) telah berkumpul. Kulangkahkan kaki sedikit lebih cepat
seperti anak yang baru berjalan, sampai juga dirumah, tempat sejarah dalam
hidupku ini.
Om,
Tante, semua sudah berkumpul bersama keluarga lainnya. Mereka menatapku dengan
mata yang bengkak pula, ternyata mereka juga sama sepertiku, tapi akulah yang
paling merasa kehilangan. Berbagai kata kiasan dan motivasi untuk menerima ini
semua mereka lontarkan untuk diriku...tapi apakah mereka semua mampu merasakan
yang aku rasakan saat ini......??? Entahlah....
Kini
saya dapat menarik kesimpulan, ternyata untuk mengumpulkan semua keluarga tidak
harus dalam acara resepsi pernikahan ataupun acara keluarga lainnya. Berduka
seperti ini ternyata mampu mengumpulkan mereka semua menjadi satu dan bahkan
mengumpulkan keluarga lebih banyak. Tapi apa alasan mereka semua datang kesini
(pikirku dalam keegoisanku), apakah mereka semua datang hanya untuk melihatku
dengan mata bengkak dan memberi rasa kasihan kapadaku, tapi itu tak saya
butuhkan untuk saat ini, saya hanya mau mata Ibu ku terbuka dan menatapku
lagi...
Butuh
waktu 10 Jam untuk menunggu kedatangan Jasad Almarhum Ibu ku, ya lumayan lama
lah, perjalanan dari Luwu Timur ke Wajo. Tapi setidaknya saya sudah mampu
menguasai diriku sendiri dengan selalu mengucapkan Al-fatihah.
Sirine
ambulance mulai terdengar dari kejauhan, semua orang secara berlomba-lomba
langsung menuju ke jalan untuk memastikan bahwa itu adalah ambulance yang kami
tunggu bersama dengan Jasad Almarhum ibuku. Tepat sekali, sang sopir ambulance
memberhentikan mobilnya tepat berada di bawah berdera putih tersebut.
Jasad
Ibu kini tetap berada didepan mataku, rasa tak percaya muncul dalam pikiranku
dan berharap Ibu akan bangun. Semua orang berkumpul untuk melihat wajahnya yang
terakhir kalinya, seakan membuat rumah panggung ini serasa runtuh dengan
tangisan rasa tak percaya mereka. Langsung ku peluk Ayahku dan saya selalu
bertanya “Kenapa....kenapa...kenapa...”. tapi Ayahku membisikkan “Semua atas
Kehendak-Nya, dan pasti kita akan bertemu lagi dengan ibumu bersama-Nya di
Surga”..
Amieenn
– ucapku.
“Sudah
waktunya untuk pemakaman” – kata Pak Ustad yang sekaligus menjadi Sepupu
pertama ayahku.
Proses
pemakamanpun dilakukan, semua kuikuti hingga terakhir. Tapi ada sesorang yang
aku cari “mana Ayahku...?” ternyata beliau ada di rumah, berbicara dengan Om,
Tante, dan keluarga dan yang lainnya tidak mengikuti pemakaman. Aku tahu alasan
pasti kenapa beliau tidak mengikutinya, tapi sudahlah......setidaknya saya
sangat mengetahui apa yang beliau rasakan saat ini.
Kini
aku bertanya kepada Ayah, apa yang membuat Ibu bisa meninggal, sedangkan 3 hari
yang lalu Ibu masih sehat saja setelah saya tinggal untuk pergi ke kota.
“Tidak
ada tanda yang dapat saya katakan, semua berjalan begitu saja. Dia tidur
disampingku untuk menonton TV bersama, dan setelah berbicara dia tak bernafas
lagi” – Jawabnya dengan lirih.
3
hari telah berlalu, semua keluarga satu persatu meninggalkan rumah ini untuk
kembali dengan aktivitas mereka, kecuali adik-adik dari Almarhum Ibuku. Tapi
ada seseorang yang saya perhatikan yaitu Ayahku. Ada yang aneh dari beliau, beliau
sekarang lebih suka sendiri, padahal setahu saya beliau adalah orang yang
hiperaktif (terlebih lagi kalau ada tamu dan keluarga) tapi sekarang beliau
lebih suka tidur sendiri. Tapi setidaknya saya sangat mengetahui perasaannya,
yaitu kehilangan Pendamping untuk selamanya. Hal ini terjadi selama1 minggu
hingga beliau mampu untuk berbaur lagi dengan sanak keluarga.
Melanjutkan Aktivitas Menjadi Mahasiswa
10
hari telah berlalu, kini saya juga telah kembali melanjutkan aktivitas dengan belajar
dalam Lingkungan Ilmu Pertanian. Hal ini saya lakukan tanpa putus komunikasi
denga Ayahku hingga permintaan terakhirku.